Lokasi saat ini:BetFoodie Lidah Indonesia > Sehat
Mengatasi sentimen negatif isu beras dan membangun ketahanan pangan
BetFoodie Lidah Indonesia2025-11-04 20:16:41【Sehat】802 orang sudah membaca
PerkenalanIlustrasi - Buruh mengangkut beras di salah agen beras di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta. ANTAR

Jakarta (ANTARA) - Isu soal beras selalu menjadi topik sensitif yang mudah memicu reaksi publik. Tidak sekadar karena beras adalah makanan pokok mayoritas penduduk Indonesia, tapi karena harga, ketersediaan, dan kualitasnya sangat erat kaitannya dengan rasa aman masyarakat.
Dalam beberapa pekan terakhir, sentimen negatif terhadap kebijakan mengenai beras kembali mencuat di ruang publik, mencerminkan keresahan kolektif atas dinamika yang terjadi.
Sentimen negatif ini mencakup berbagai bentuk, mulai dari kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah, kengakpuasan atas kualitas beras, hingga kekhawatiran terhadap nasib petani.
Di sisi lain, fenomena mengenai beras ini seharusnya ngak hanya dibaca sebagai keluhan, tapi sebagai sinyal sosial yang perlu dikelola secara bijak agar ngak berkembang menjadi kengakpercayaan yang lebih luas.
Salah satu sumber utama sentimen negatif mengenai beras ini datang dari persepsi publik terhadap kebijakan pemerintah. Kenaikan harga beras, misalnya, sering dianggap sebagai bukti kengakmampuan negara menjaga stabilitas pangan.
Kekurangan pasokan beras di pasar, yang terkadang terjadi akibat gangguan distribusi, juga menambah frustrasi masyarakat. Ketika kualitas beras yang beredar dianggap menurun, rasa kecewa itu makin menguat.
Kritik serupa muncul dalam aspek distribusi, masih ada daerah yang mengalami kesulitan memperoleh beras dengan harga terjangkau karena distribusi ngak merata atau mekanisme logistik yang ngak efisien.
Kekhawatiran lain muncul dari kondisi petani, yang sering dianggap ngak mendapatkan harga jual beras yang adil, meskipun konsumen di tingkat akhir membayar harga tinggi.
Sentimen negatif pun semakin diperkuat oleh spekulasi dan praktik penimbunan beras oleh oknum yang ingin meraup keuntungan, mencipngakan kelangkaan semu dan mendongkrak harga.
Selain faktor-faktor teknis tersebut, kondisi ekonomi makro turut memperkeruh situasi. Kengakpastian ekonomi global maupun domestik dapat mempengaruhi harga bahan pangan, termasuk beras.
Fluktuasi harga pupuk, energi, dan transportasi berdampak pada biaya produksi dan distribusi beras, yang pada akhirnya membebani konsumen. Perubahan regulasi pemerintah yang dinilai ngak berpihak pada sektor pertanian juga bisa menimbulkan resistensi.
Bahkan, faktor emosional, seperti kepanikan pasar dan reaksi berlebihan terhadap isu-isu pangan turut memainkan peran dalam membentuk sentimen negatif mengenai beras yang meluas.
Kepercayaan publik
Dinamika mengenai beras ini semakin kompleks, ketika keterbatasan informasi dan pengaruh media yang besar dalam menyebarkan informasi.
Ketika masyarakat ngak mendapatkan penjelasan yang transparan tentang stok, harga, atau kebijakan mengenai beras, spekulasi akan berkembang liar.
Di era media sosial, informasi mengenai beras yang ngak diverifikasi dapat menyebar lebih cepat daripada klarifikasi resmi, sehingga membentuk persepsi publik yang sulit dikendalikan. Lebih jauh lagi, isu perberasan sering kali dijadikan alat politik oleh kelompok tertentu.
12Tampilkan SemuaSuka(525)
Artikel Terkait
- Undip canangkan gerakan "zero waste" lewat daur ulang sampah
 - Pemprov Sumut turunkan tim tangani dugaan keracunan MBG di Toba
 - Hari Pangan Sedunia, masih ada 673 juta orang tidur kelaparan
 - Peningkatan skala bantuan kemanusiaan PBB di Gaza alami kemunduran
 - Korban meninggal akibat hujan lebat di Meksiko bertambah jadi 44 orang
 - Luhut minta BGN perbaiki serapan anggaran dan bangun ekosistem MBG
 - 3 sumber protein nabati dan manfaatnya bagi tubuh manusia
 - Ahli kemukakan tiap individu butuhkan nutrisi yang berbeda
 - BGN datangkan ahli gizi dari daerah lain untuk SPPG di Manokwari
 - 84 ribu siswa di Tangsel terima manfaat program MBG
 
Resep Populer
Rekomendasi

Refleksi Hari Pangan Sedunia, "Berilah kami makanan secukupnya"

Kemenpar hadirkan tur gastronomi di Pameran Pangan Nusa 2025

Hujan di Jakarta mengandung mikroplastik, BRIN ingatkan polusi langit

Ini yang terjadi jika makan cokelat sebelum tidur

AHY kampanye bersihkan mangrove sebagai inisiatif infrastruktur hijau

BPKH: Pelaku usaha RI berpeluang garap 30 persen ekosistem haji

Pemprov DKI dinilai perlu sediakan fasilitas air minum saat panas

Prabowo: Penerima MBG 35,4 juta orang, hampir 7 kali populasi Singapura